Kali ini kita akan Membahas DI (Darul Islam) / TII (Tentara Islam Indonesia) Sebenarnya di buku pelajaran SMA sudah dibahas bahwa gerakan pemberontakan itu dimulai di Jawa Barat oleh mantan teman kosnya Presiden Sukarno yaitu Sekarmadji Mardijan Kartosuwiryo. periodisasinya dari 1949-1962. Beliau berniat mendirikan Negara Islam.
Belakangan, DI/TII pun bercabang membuka franchise, antara lain :
- DI/TII Aceh, dipimpin oleh Daud Beureuh
- DI/TII Sulawesi Selatan, dipimpin oleh Kahar Muzakkar
- DI/TII Jawa Tengah, dipimpin oleh Amir Fatah
Tapi kali ini saya akan membahas aspek lain yang cukup kontroversial dari DI/TII. Mereka memberontak kan? dan senjata mereka perlu amunisi. Nah, amunisi dan senjatanya mereka dapat darimana sampai-sampai bisa membuat TNI kerepotan?
Jawabannya terletak pada sebuah buku harian yang ditulis oleh pegawai istana Kerajaan Belanda yang bernama Gerrie van Maasdijk yang melayani Ratu Juliana. Buku harian itu kemudian ditulis ulang menjadi sebuah buku oleh seorang jurnalis bernama Jort Kelder dan sejarawan bernama Harry Veenendaal. Buku yang ditulis ulang tersebut berjudul "ZKH, Hoog Spel aan het Hof van Zijne Koninklijke Hoogheid" (HRH, Risky Games at the Court of His Royal Highness).
Di dalam buku tersebut dan buku hariannya sebagai sumber utama, disebutkan bahwa orang yang menyediakan senjata dalam jumlah besar kepada Kartosuwiryo tidak lain dan tidak bukan adalah suami dari Ratu Belanda, yaitu Juliana yang juga ayah dari Ratu Belanda, Beatrix. Beliau adalah Pangeran Bernhard Friedrich Eberhard Leopold Julius Kurt Karl Gottfried Peter von Lippe und Biesterfeld.
Pangeran Bernhard adalah bangsawan berwajah tampan yang murni berdarah Jerman. Ayahnya adalah Pangeran Bernhard Kasimir Wilhelm Friedrich Gustav Heinrich Eduard von Lippe dan ibunya adalah Armgard Kunigunde Alharda Agnes Oda von Sierstorpff-Cramm und Biesterfeld.
Menurut Buku-buku tersebut, Pangeran Bernhard melalui orang dekatnya yang bernama Prof Duyff menghubungi beberapa orang kepercayaannya di Indonesia. Salah satu yang terkenal adalah Shidar Ali seorang diplomat Pakistan di Indonesia. Dalam buku tersebut, ada nama yang mengatur keuangan pangeran, dia adalah Van Fritsche. Angka transaksi penjualan senjata oleh pangeran Bernhard sebesar 200 juta gulden. Ternyata, Pangeran Bernhard adalah spesialis perdagangan senjata yang hidup dari uang darah.
Mengapa Pangeran Bernhard menyuplai Kartosuwiryo? Selain ingin agar Indonesia kacau, ia juga ingin agar Indonesia kembali menjadi jajahan Belanda. Tidak hanya itu, ia terinspirasi oleh Lord Louis Francis Albert Victor Nicholas Mountbatten (nama lahir : Ludwig Franz Albert Viktor Nikolaus von Battenberg), seorang bangsawan Inggris keturunan Jerman yang menjadi Wali Raja di India. Pangeran Bernhard ingin menjadi Wali Ratu di Indonesia, mengikuti jejak Lord Mountbatten.
Selama Pemberontakan DI/TII, Pangeran Bernhard memberikan uang 25.000 Gulden kepada Shidar Ali untuk mendistribusikan senjata beserta amunisinya kepada DI/TII Jawa-Barat. Distribusi ini menggunakan kapal dagang Belanda yang bernama Batasfche Petroleum Maatshappij. Kapal ini adalah kapal pengangkut minyak yang dipergunakan untuk distribusi senjata.
Perkebunan Pieter Riener Van Motman di kawasan Dramaga, Bogor (kini IPB Land Huis) adalah tempat keluar masuknya senjata, amunisi, dan logistik untuk gerombolan bersenjata DI/TII di Jawa-Barat. Seorang Belanda bernama Van Klef disebut-sebut sebagai penghubung penting antara Kartosuwiryo dan pihak Belanda di Indonesia.
Jadi, sudah jelas. Kendati mungkin Kartosuwiryo punya niatan utk menegakkan pemerintahan Islam, akan tetapi, ia memperoleh senjata dari bekas penjajah kita, yaitu Belanda. Pada akhirnya, sekalipun Kartosuwiryo menang dan berhasil menumbangkan NKRI, maka Belanda akan kembali dan yang akan berkuasa nantinya adalah Pangeran Bernhard Friedrich Eberhard Leopold Julius Kurt Karl Gottfried Peter von Lippe und Biesterfeld.