Jl. KH Wahid Hasyim Jurang Mangu Timur Pondok Aren Kota Tangerang Selatan. Banten, Indonesia. Whatsapp : 0878-7726-5522. e-Mail : projasonline@gmail.com

" Selamat Datang di Website Komunitas Cinta Pejuang Indonesia (KCPI)"

Tampilkan postingan dengan label LOKASI SEJARAH. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label LOKASI SEJARAH. Tampilkan semua postingan

Goa Angker Peninggalan Jepang

Misteri Goa Angker Peninggalan Jepang

Taman Nasional Baluran, Situbondo, Jawa timur merupakan salah satu kawasan konservasi di mana di dalamnya terdapat berbagai macam flora dan fauna. Namun, dibalik keelokannya tersimpan cerita mistis yang bisa membuat bulu kuduk berdiri.

Salah satunya mengenai gua angker yang dibuat oleh para bekas penjajah Jepang. Gua yang berada di tengah-tengah hutan Baluran tersebut menyimpan kisah berupa cerita pada jaman peperangan antara tentara Jepang dengan tentara Indonesia pada kala itu.

Konon kabarnya kala peperangan banyak tentara Indonesia yang gugur di dalam gua. Jasad para tentara Indonesia banyak berserakan digua. Dalam gua Jepang itu ada dua ruangan yang terdiri ruangan utara dan selatan dengan ukuran 12 meter per segi.
Tak jarang warga dusun Batangan, Desa Wonorejo, Kecamatan Banyuputih, Situbondo mengalami kejadian aneh saat berada di sekitar gua. Kerap kali terdengar suara-suara aneh yang bernada gaduh dalam bahasa Jawa, Jepang dan Madura.

Cerita Taman Nasional Baluran semakin angker karena sejak lama hutan Baluran dikenal rawan kecelakaan. Apalagi di dalamnya ada sebuah tebing curam nan angker, yang lebih dikenal sebagai Curahtangis. Curahtangis, sebuah tebing curam yang berada di Jalur Tengkorak hutan tersebut.

Antara Curahtangis dan Jalur Tengkorak merupakan kristalisasi yang tidak dapat dipisahkan. Karena Curahtangis berada di pertengahan Jalur Tengkorak Hutan Baluran, yang ujung timur masuk lintasan jalur perjalanan Kota Gandrung, Banyuwangi–Situbondo.

Dengan keberadaan jalannya yang naik turun dan bergelombang, hampir selalu ada kecelakaan baik kecelakaan ringan hingga merenggut korban dengan nyawa melayang.

Angkernya Curahtangis yang selalu memakan korban pelintas Jalur Tengkorak Hutan Baluran itu memang berkaitan erat dengan sebuah mistis. Sekitar 200 tahun yang silam, ada sebuah kisah tragis yang tak dapat dilupakan. Konon kejadiannya, ada seorang gadis cantik bernama Dewi Taroro dianiaya secara tragis oleh pacarnya sendiri, lalu dilempar ke dasar Curahtangis.

Saat itu, Dewi Taroro diajak pacarnya berjalan-jalan di seputar Hutan Baluran. Ketika sedang berdiri di tepian Curahtangis, tiba-tiba Dewi Taroro didorong pacarnya hingga terlempar terjun bebas ke bawah Curahtangis yang kedalamannya kurang lebih 18 meter, dan dipenuhi bebatuan besar. Tragisnya lagi, kepala Dewi Taroro pecah membentur bebatuan.

Masyarakat Bajulmati dan Batangan berbondong-bondong hendak mengangkat mayat Dewi Taroro. Evakuasi dilakukan hingga beberapa warga turun ke dasar Curahtangis. Namun, pemandangan tidak wajar menggegerkan warga setempat. Karena, dengan pelan-pelan namun pasti jasad Dewi Taroro menghilang, dan tak membekas seperti tak pernah ada kejadian apa pun.

Berdasarkan cerita tersebut, tentu bukanlah suatu hal yang mengherankan jika Curahtangis terkenal angker dan selalu minta korban. Ada kalanya jalan itu kelihatan lurus padahal sebenarnya tikungan. Bahkan juga ada sewaktu melewati jalur yang melintas Curahtangis tiba-tiba ada seorang perempuan akan menyeberang di tengah jalan.

Bisa dibilang rangkaian kecelakaan yang kerap terjadi disana merupakan wujud tumbal dendam kesumat sang Dewi Taroro yang telah dikhianati dan dilempar ke dasar Curahtangis oleh pacarnya sendiri.

Tidak hanya kecelakaan yang kerap terjadi di sana, ada kalanya alunan suara tangis nan mengharukan kerap terdengar dari kesunyian yang senantiasa meronai Curahtangis. Bahkan kadang ada bayangan seorang dara yang berkelebat di seputar Curahtangis, atau hal-hal ganjil lainnya.

Siapa pun yang mendengar suara tangis atau menjumpai bayangan tersebut, kerapkali menjadi awal pertanda adanya sebuah petaka. Entah itu kecelakaan biasa, hingga musibah yang merenggut nyawa seseorang.
Share:

Monumen Lengkong Saksi Sejarah Perjuangan Kemerdekaan

Monumen Lengkong

Serpong, Tangerang Selatan - Satu dari delapan rumah bersejarah peninggalan perjuangan para pahlawan saat merebut kemerdekaan Indonesia ada di Kota Tangerang Selatan. Bahkan, bangunan yang dikenal sebagai Monumen Lengkong dan kini dinamakan Taman Daan Mogot yang bernuansa arsitek rumah betawi ini masih asli seperti dulu.

Tak sulit bagi Anda bila ingin melihat secara langsung bangunan Monumen Lengkong di Serpong, Kota Tangerang Selatan. Hanya berjarak sekitar 100 meter tepat dari air mancur BSD, Anda masuk menuju arah Damai Indah Golf. Bangunan bersejarah yang masih berdiri kokoh tersebut dapat dijumpai di sisi bagian kiri jalan.

Berdasarkan informasi yang dihimpun dari berbagai sumber, wilayah Serpong pernah menjadi bagian dalam sejarah perang memperebutkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pada Jumat, 25 Januari 1946, beberapa perwira dari Resimen IV Tangerang dan para taruna ditugaskan untuk melakukan operasi POPDA (Panitija Oeroesan Pemoelangan Djepang dan APWI).

Mereka mendatangi markas tentara Jepang di Desa Lengkong Wetan untuk melucuti senjata secara damai dan mengatur kepulangan tentara tersebut.

Dibawah pimpinan Mayor Daan Mogot, mereka melakukan upaya perundingan dengan pihak sekutu untuk memulangkan tentara Jepang dan APWI (Allied Prisioners of War and Internees).

Tiba-tiba tentara Jepang menyerang para taruna dan merebut kembali senjata mereka yang sebelumnya telah dikumpulkan oleh taruna.

Dalam pertempuran di Lengkong Wetan itu, sebanyak 34 taruna dan tiga perwira, yakni Mayor Daan Mogot, Kapten Soebianto Djojohadikoesoemo, dan Letnan Soetopo gugur. Mereka gugur di usia muda. Para pahlawan itu kemudian dimakamkan secara massal di depan Monumen Lengkong yang ada sekarang ini. Pada 29 Januari 1946 atau empat hari setelah pertempuran itu, kuburan digali dan jasad para taruna serta perwira yang gugur dimakamkan kembali di Taman Makam Pahlawan Taruna, Tangerang.

"Kami bukan pembangun candi. Kami hanya pengangkut batu. Kami angkatan yang mesti musnah, agar menjelma angkatan baru di atas pusara kami, lebih sempurna.”

Kutipan sajak itu ditemukan di saku Perwira Soebianto saat gugur di medan pertempuran. Sajak tersebut aslinya dalam bahasa Belanda karya Henriette Roland Holst, kemudian diterjemahkan oleh Rosihan Anwar. Mereka telah berjuang tanpa pamrih dan jasanya akan selalu dikenang sampai akhir hayat.

Setiap Tanggal 25 Januari, dilaksanakan upacara Peringatan Peristiwa Lengkong di monumen peninggalan sejarah tersebut. Pada tanggal 7 Januari 2005, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu menetapkan Peristiwa Lengkong sebagai Hari Bakti Taruna Akademi Militer. Hal itu dituangkan lewat Surat Telegram KSAD 

Share:

Profil Komunitas Cinta Pejuang Inonesia (KCPI)

TRANSLATE

Entri yang Diunggulkan

Founder Komunitas Cinta Pejuang Indonesia (KCPI) siap mengisi acara sebagai Narasumber Wawasan Kebangsaan

KCPI siap memberi materi sebagai Narasumber Bidang Nasionalisme dan Wawasan Kebangsaan berlatar belakang sejarah perjuangan bangsa kepada P...

Bantu Perjuangan KCPI

Bantu Perjuangan KCPI
Klik Donasi