Tanggal 27 Mei 1904, kapal berbendera Belanda terdampar di pantai Sanur, Bali. Warga Sanur kemudian menolong kapal tanpa diambil sedikitpun barang bawaannya. Tapi, pihak Belanda menuding warga Sanur telah merampok isi kapal dan meminta tebusan kepada Raja Badung I Gusti Ngurah Made Agung sebesar 7.500 gulden. Tentu saja Raja Badung menolak tudingan tersebut, bahkan ia memerintahkan sebelas orang untuk menjaga baik-baik bangkai kapal tersebut.
.
Karena Raja Badung tetap menolak ganti rugi, Belanda melakukan penyerangan dengan mendaratkan pasukannya sebanyak 2.321 personel dibawah pimpinan Mayor Jenderal M.B Rost van Tonningen pada tanggal 12 September 1906. Kapal-kapal perang menembaki Denpasar, diarahkan ke Puri Agung Denpasar dan Puri Agung Pemecutan. Pertempuran berhari-hari berkobar di Bali, puncaknya 20 September 1906, Belanda berhasil memasuki Denpasar.
.
Raja memerintahkan pasukannya untuk membakar Puri Agung Denpasar. Kemudian Raja beserta keluarga dan pengikutnya berjumlah kurang lebih 250 orang keluar menuju pasukan Belanda. Sebagai ksatria mereka harus benar-benar menjaga martabat dan wibawa Kerajaan Badung, bertempur sampai mati merupakan tujuan mereka.
.
Pasukan Belanda dengan posisi tempur memperingatkan mereka untuk menyerah dari kejauhan. Namun, mereka tetap berlari mendekat, dari jarak 100 meter, 80 meter, 70 meter dan sampailah titik terakhir Raja Badung dan rakyatnya berlari menuju pasukan Belanda dengan menghunuskan tombak dan keris. Kematian dengan aksi heroik menjemput mereka, tembakan bertubi-tubi menerjang tubuh para rombongan Raja.
.
Pemerintah Belanda saat itu memberitakan korban jiwa rakyat Bali hanya sekitar 400 korban, faktanya 1000-1500 korban. Dan alasan tuduhan kepada Raja Badung semata-mata untuk menancapkan kolonialisme Belanda di Bali dengan melakukan penyerangan terorganisir, yang pastinya "terdamparnya" kapal sudah diatur oleh Belanda sendiri
.
Foto 1 : Lukisan Raja Badung I Gusti Ngurah Made Agung.
Foto 2, 3 : Mayjend M.B Rost van Tanningen (duduk tengah) bersama perwira Belanda dan berkuda saat memimpin pertempuran di Bali.
.
Sumber : buku "Bali pada abad XIX, perjuangan rakyat dan raja-raja menentang Kolonialisme Belanda" (AlbumSejarah)