Komunitas Cinta Pejuang Indonesia (KCPI) Komunitas Penggiat Sejarah dan Sahabat Para Pejuang Indonesia Jl. KH Wahid Hasyim Jurang Mangu Timur Pondok Aren Kota Tangerang Selatan. Banten, Indonesia. Whatsapp : 0878-7726-5522. e-Mail : projasonline@gmail.com

" Selamat Datang di Website Komunitas Cinta Pejuang Indonesia (KCPI)"

Monumen Dapur Umum Magelang

Monumen Dapur Umum

Magelang menyimpan banyak nilai historis. Selain karena sejarahnya yang panjang dari masa dinasti hingga masa revolusi, Magelang juga menyimpan banyak bukti-bukti fisik berupa monumen, prasasti, candi, dan sebagainya. Berdasarkan sejarah kota, pada abad 18, Magelang pernah dikuasai Inggris dan dijadikan pusat pemerintahan setingkat kabupaten. Setelah pemerintah Inggris ditaklukkan oleh Belanda, kedudukan Magelang semakin kuat. Pemerintah Belanda, menjadikan Magelang sebagai pusat lalu lintas perekonomian. Selain itu karena letaknya yang strategis, udaranya yang nyaman serta pemandangannya yang indah Magelang kemudian dijadikan Kota Militer. Seiring dengan

pendudukan Jepang atas Indonesia, Magelang juga berada di bawah kekuasaan Jepang. Kemudian setelah Jepang menyerah pada sekutu, dan Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, masyarakat Magelang juga berusaha mengambil alih kekuasaan dan melucuti senjata tentara Jepang, sehingga terjadilah insiden dan konflik dengan tentara Jepang, walaupun sudah diadakan perundingan. Pihak sekutu menunjuk Inggris untuk mengusir tentara Jepang dari Indonesia.
Tentara Inggris datang di Magelang pada tanggal 26 Oktober 1945. Atas pengusiran dan pelucutan senjata tersebut, pasukan Jepang dari Semarang hendak datang membantu pasukan Jepang di Magelang. Monumen perjuangan yang terdapat di Kampung Tulung, atau sering disebut dengan Monumen Dapur Umum, menjadi bukti kedatangan tentara Jepang dari Semarang tersebut telah memakan banyak korban. Oleh karena itu saya tertarik untuk meneliti tentang “Monumen Dapur Umum, Simbol Perjuangan atas Pembantaian Jepang di Indonesia”.

Menurut bapak Abak Roflin, saksi hidup yang termasuk dalam kesatuan pemuda pejuang menyatakan bahwa, pada tanggal 28 Oktober 1945 tentara Kido Botai datang dari Semarang. Dengan hasutan para tentara sekutu, bahwa tawanan Jepang yang di tahan telah dibunuh. Mereka pun tidak terima, mereka membunuh siapa saja yang menghalangi jalannya. Dengan peralatan sederhana, para pejuang melawan tentara Kido botai. Namun para pejuang tak mampu untuk melawan, karena persenjataan Kido Botai telah canggih. Akhirnya para pejuang mundur dengan banyak korban yang gugur. Setelah mengetahui kedatangan tentara Kido Botai, para penduduk yang berada di sebelah Utara Kampung Tulung mengungsi ke arah tepi Sungai Progo Namun sialnya, berita tentang kedatangan Kido Botai tidak sampai ke Kelurahan Kampung Tulung (Dapur Umum). Para pemuda di dapur umum yang saat itu tengah memasak dan menyiapkan makan siang bagi para pejuang, mengira bahwa yang ramai datang adalah para tentara keamanan rakyat. Mereka tak bersenjata sehingga tak bisa melawan. Oleh karena itu mereka dibantai, ditembak dengan kejam.
Share:

Profil Komunitas Cinta Pejuang Inonesia (KCPI)