Setelah pemerintahan sipil di Tangerang pulih, dibentuklah Resimen 4 Tangerang yang memusatkan perhatian pada masalahmasalah yang berhubungan dengan pertahanan. Dalam hal ini di Tangerang masih terdapat markas pasukan Jepang yang cukup besar dengan persenjataan yang kuat. Markas Jepang ini terletak di Desa Lengkong Wetan, Kecamatan Serpong dan dipimpin oleh Kapten Abe. Berjarak sekitar 15 km dari Kota Tangerang. Markas Jepang ini berada di bawah pengawasan sekutu yang berkedudukan di Bogor.
Tersiarnya kabar bahwa Belanda yang berkedudukan di Bogor akan menduduki Parung, kemudian Lengkong, mengancam kedudukan TKR di Tangerang. Dalam upaya meminimalkan ancaman dari pihak NICA dan dalam upaya memperoleh tambahan senjata, dibentuk tim yang bertujuan agar pelucutan senjata berjalan damai. Untuk kelancaran pengambilalihan senjata itu distujui dengan memanfaatkan serdadu Inggris berkebangsaan India yang disersi.
Pada tanggal 25 Januari 1946 pasukan TRI berangkat ke Lengkong beserta serdadu India yang mengenakan seragam tentara Inggris. Dengan demikian mereka diizinkan untuk memasuki markas dan Mayor Daan Mogot melakukan perundingan dengan Kapten Abe. Pihak Jepang setuju untuk menyerahkan senjata, tetapi tiba-tiba terdengar letusan senjata, keadaan berubah menjadi panik. Tentara yang panik dan mengira diserang, serentak menembaki pasukan TRI Resimen 4. Para taruna yang tidak menyangka terjadinya peristiwa itu berada pada posisi yang kurang menguntungkan. Pertempuran tersebut berakhir dengan menelan korban 34 taruna dan 3 perwira, termasuk Mayor Daan Mogot. Mereka yang masih hidup dan luka-luka ditahan oleh pihak Jepang. Untuk mengabadikan peristiwa pertempuran tersebut, pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang membangun monumen Akademi Militer Tangerang yang dibangun pada tanggal 26 Januari 1967.
Yang tersisa kini adalah sebuah rumah peninggalan Akademi Militer Tangerang yang terletak di lapangan golf BSD Serpong. Rumah ini berarsitektur tropis dengan langit-langit yang tinggi. Di bagian muka terdapat beranda yang ditopang oleh empat tiang penyangga pada bagian depan. Bangunan ini relatif masih belum mengalami perubahan yang berarti pada bagian-bagian bangunannya. Bagian dalam bangunan dibagi ke dalam 4 ruangan berukuran besar seperti pada markas-markas militer yang biasanya diperuntukkan sebagai ruang kerja. Daun pintu dan daun jendela yang dibentuk atas susunan bilah - bilah kayu (jalosie window). Bagian depan memiliki dua buah jendela dan satu pintu dengan daun pintu ganda. Di bagian kiri dan kanan terdapat masing-masing dua buah jendela dengan daun pintu ganda. Sepertiga bagian atas beranda ditutup oleh kayu yang disusun secara horisontal dengan bentuk ujung menyerupai tumpal. Pada bagian belakang bangunan utama terdapat bangunan sekunder yang mirip sebuah pos penjagaan berukuran sekitar 4 x 5 meter persegi. Terdapat juga sebuah sumur berdiameter 2 meter yang sudah ditutup
Tangerang merupakan salah satu daerah yang melakukan perlawanan paling sengit dalam perang kemerdekaan. Hal ini disebabkan karena Tangerang merupakan markas besar TRI dan pejuang setelah mereka ditarik dari Jakarta.